Siang ini matahari begitu terik. Membuatku sedikit malas keluar untuk makan siang.Lama aku hanya melongo di depan laptop yang masih berpendar menampakkan gambar dan tulisan-tulisan yang entah mengenai apa.Kupandangi halaman kantorku yang menyuguhkan warna apik bunga melati. Sedikit menjadi penghibur di siang yang begitu panas menggigit.Satu dua bunga dan dedaunan yang menguning jatuh bersamaan. Semilir angin masuk melalui kisi-kisi jendela menerpa wajahku, jadi semakin mengantuk saja. Seandainya ini di rumah, sudah aku tarik bantal dan guling kemudian bergelung dengan selimut. Sementara jam di pojok monitor masih jauh dari kata pulang.Huffft.
Ruangan terlihat lengang. Sepertinya hanya aku yang menjadi penghuni saat ini. Semua orang yang tadi begitu sibuk berkutat dengan pekerjaan masing-masing kini sibuk dengan urusan perut mereka. Ku raih smartphone dari dalam laci. Ada beberapa pesan berderet di sana. Luna. Gadis paling bontot di kosan kami. Dua bulan lagi hendak menikah. Alhamdulillah. Satu persatu sahabatku akhirnya menemukan jodohnya. Ah, jadi teringat lima tahun yang lalu. Ketika Allah akhirnya mempertemukan aku dengan Mas Bagas.
Usiaku sudah cukup sekali untuk menikah. Bahkan kalau aku pulang kampung bisa dibilang aku sudah terlambat untuk menikah. Semua teman-teman seumuranku sudah menikah dan punya anak. Hingga ketika pulang kampung untuk berlebaran pasti akan ditodong dengan pertanyaan yang serupa dari setiap orang yang aku temui. Kapan nikah? Jangan lupa undang-undang ya. Dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya. Sabar...sabar....ucapku dalam hati. Tapi siapa pula yang terlambat, bukankah jodoh Allah yang menentukan? Bukankah menikah tidak termasuk dalam kategori perlobaan atau kompetisi? Jadi aku selau santai menjawab. "Secepatnya. Masih nunggu kapan Allah akan memberi".
Menyiapkan pernikahan bukan perkara yang mudah. Kadang satu keluarga sudah cocok dengan adat yang akan dipakai, keluarga yang lain masih belum cocok. Belum lagi urusan katering, jumlah undangan dan lain-lainnya. Benar-benar butuh waktu, pikiran dan tenaga ekstra. Sebenarnya aku dan Mas Bagas pengen pernikahan yang sederhana saja. Tapi berhubung Mas Bagas anak pertama dan aku yang notabene anak satu-satunya, keluarga kami keukeuh harus ada resepsi dan sebar undangan. Akhirnya kami mengalah, bukankah nikah itu ibadah dan menyenangkan orang tua dan keluarga juga termasuk sedekah. Aku dan Mas Bagas hanya mengiyakan saja.
Ruangan terlihat lengang. Sepertinya hanya aku yang menjadi penghuni saat ini. Semua orang yang tadi begitu sibuk berkutat dengan pekerjaan masing-masing kini sibuk dengan urusan perut mereka. Ku raih smartphone dari dalam laci. Ada beberapa pesan berderet di sana. Luna. Gadis paling bontot di kosan kami. Dua bulan lagi hendak menikah. Alhamdulillah. Satu persatu sahabatku akhirnya menemukan jodohnya. Ah, jadi teringat lima tahun yang lalu. Ketika Allah akhirnya mempertemukan aku dengan Mas Bagas.
Usiaku sudah cukup sekali untuk menikah. Bahkan kalau aku pulang kampung bisa dibilang aku sudah terlambat untuk menikah. Semua teman-teman seumuranku sudah menikah dan punya anak. Hingga ketika pulang kampung untuk berlebaran pasti akan ditodong dengan pertanyaan yang serupa dari setiap orang yang aku temui. Kapan nikah? Jangan lupa undang-undang ya. Dan pertanyaan-pertanyaan sejenis lainnya. Sabar...sabar....ucapku dalam hati. Tapi siapa pula yang terlambat, bukankah jodoh Allah yang menentukan? Bukankah menikah tidak termasuk dalam kategori perlobaan atau kompetisi? Jadi aku selau santai menjawab. "Secepatnya. Masih nunggu kapan Allah akan memberi".
Menyiapkan pernikahan bukan perkara yang mudah. Kadang satu keluarga sudah cocok dengan adat yang akan dipakai, keluarga yang lain masih belum cocok. Belum lagi urusan katering, jumlah undangan dan lain-lainnya. Benar-benar butuh waktu, pikiran dan tenaga ekstra. Sebenarnya aku dan Mas Bagas pengen pernikahan yang sederhana saja. Tapi berhubung Mas Bagas anak pertama dan aku yang notabene anak satu-satunya, keluarga kami keukeuh harus ada resepsi dan sebar undangan. Akhirnya kami mengalah, bukankah nikah itu ibadah dan menyenangkan orang tua dan keluarga juga termasuk sedekah. Aku dan Mas Bagas hanya mengiyakan saja.
Jakarta,260313.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar