Rabu, 25 Maret 2015

Jangan bersedih, Allah bersamamu ;)

Apa kabar adikku sayang? Semoga kesehatan selalu tercurah kepadamu. Nikmat syukur dan hati yang bahagia selalu tertanam di hatimu. Tidak mengapa jarak yang jauh, raga yang terpisah tapi insya Allah hati kita dekat karena Allah SWT. Sebab kita bersaudara ;)

Apakah kakak pernah bersedih? Ya. Apakah kakak pernah merasa iri dengan keberhasilan orang lain? Ya. Kenapa orang lain gampang sekali mendapatkan sesuatu? Kenapa mereka mudah sekali mendapatkan pekerjaan yang diinginkan? Tapi kenapa giliranku begitu susah? Sekali lagi ya, kakak pernah ada di posisi itu. Tapi itu dulu, adikku sayang. Dulu sekali. Sekarang kakak memilih untuk bersyukur dan bahagia.

****

Aku dilahirkan bukan dari keluarga kaya. Ketika masih kanak-kanak, bisa makan nasi beras adalah hal yang paling luar biasa. Bisa di hitung dengan jari. Dalam sebulan, mungkin hanya dua, tiga atau empat kali. Itupun masih dicampur dengan singkong yang dipotong kecil-kecil agar nasi cukup di makan satu keluarga. Ya, makanan sehari-hariku nasi jagung. Untuk menyantapnya sebagai nasi aku harus membantu ibu mengankat alu, menumbuk jagung-jagung itu hingga menjadi tepung. Tangan mungil ini sudah terlatih dari usia sangat belia.

Beranjak remaja. Aku tumbuh menjadi pribadi yang pemalu. Untuk berbicara dengan orang lain selayaknya orang-orang pada umumnya adalah suatu yang teramat sulit. Aku hanya bisa melihat gelak tawa teman-teman sebaya dari balik jendela. Sungguh, ingin sekali rasanya bergabung dengan mereka, bisa bermain, bercanda dan tertawa bersama-sama tapi aku tidak bisa dan lagi tidak ada yang pernah mengajakku.

Lulus dengan nilai bagus membuat aku percaya diri untuk bisa masuk ke sekolah impian. Siapa yang tidak ingin masuk ke SMA favorit? Hampir semua orang menginginkan hal itu. Tapi pagi itu, ketika tetanggaku sudah menunggu di depan pintu, uang seribu rupiah untuk pergi ke kota mendaftar sekolah tidak kunjung keluar dari kantong ibu. Masih lekat di ingatan, ibu sama sekali tak bergeming. Aku tahu, dalam hati ibu menangis. Seandainya ada ada barang yang bisa dijual saat itu, barangkali sudah dilakukannya. Karena sudah cukup malu bagi ibu untuk berhutang lagi. Mimpiku untuk melanjutkan sekolah, tertunda saat itu.
Lantas, apakah aku menyerah? Tidak. Aku memutuskan pergi ke Jakarta mencari uang. Pekerjaan pertamaku di usia belia, menjadi pekerja rumah tangga. Uang yang terkumpul, aku gunakan untuk mendaftar ke SMA tahun berikutnya.
Di kelas 2 aku memutuskan untuk mencari orang tua asuh. Malu sebenarnya karena harus meminta belas kasihan orang lain. Tapi melihat ibu menangis, saat aku mengutarakan untuk berhenti sekolah, aku memutuskan untuk menebalkan muka. Sungguh tidak tega rasanya, melihat ibu harus pontang panting mencari uang, hutang sana sini untuk biaya sekolah aku dan 3 keponakanku. Sementara uang yang bapak hasilkan sebagai buruh panggul di pasar hanya cukup untuk makan sehari-hari. Hari itu aku memutuskan untuk berhenti sekolah dan ibu menangis.

"Nak, kalau ibu tahu kamu akan berhenti di tengah jalan, seharusnya ibu tidak membiarkanmu sekolah dari awal. Malu sama tetangga nak. Ibu harus menebalkan telinga dengan omongan tetangga karena kamu hanya anak seorang buruh panggul di pasar. Dan kalau dari awal hingga hari ini kamu memutuskan untuk berhenti, uang untuk biaya sekolah itu sudah bisa ibu kumpulkan untuk membeli sapi."
Jangan nak, jangan berhenti sampai di sini. Teruskan sekolahmu. Jangan pikirkan ibu dapat uang dari mana, yang pasti semua yang ibu nafkahkan untuk kamu halal. Jangan buat ibu malu. Ibu bangga bisa menyekolahkanmu."

Kami berdua menangis. Dan kata-kata ibu menjadi pelecut semangat belajarku.


****

Dan hari ini adikku sayang. Kakakmu sudah memutuskan menjadi orang paling bahagia. Keadaan susah itu sudah menjadi masa lalu dan akan menjadi kenangan terindah di masa kecukupan seperti sekarang. Hari ini kakak sedang belajar untuk membahagiakan ibu. Tidak ada suatu keadaanpun yang menimpa kita itu sia-sia, adikku. Bukankah sudah jelas di sebutkan dalam Al-Qur'an : "Dan ingatlah ketika Tuhan-mu memaklumkan, "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscayaAku akan menambah (nikmat) kepadamu, tapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat." (Q.S Ibrahim : 7)

Jangan bersedih. Jangan pernah merasa iri dengan rezeki dan kebahagiaan yang orang lain dapatkan. Rezeki dan jalan hidup setiap orang sudah ada porsi dan jatahnya sendiri-sendiri. Dan bahagia bukan karena berlimpah materi dan banyak harta, adikku sayang. Bahagia itu sungguh sederhana, ada di setiap hati yang besyukur.

Salam sayang dari Jakarta.


Sumy Hanif,
Jakarta, 25032015





Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Destiny

Part 1 We will never know what will happen tomorrow. Sometimes what we have planned didn't work together with what we expected. That...