Kamis, 11 Februari 2016

Guru

Pagi itu aku baru saja menapakkan kaki di ruang kelas ketika Bagas berlari menyerbu diikuti hampir seluruh isi ruangan. Tangan kanannya melambai diulurkan tinggi-tinggi sambil memegang sesuatu. Suara ribut diiringi riuh tawa memecah pagi yang masih lengang. Aku hanya tersenyum melihat polah mereka. Ah, dunia anak-anak.
Tiba tepat di depanku Bagas menyodorkan lipatan putih kecil dari tangannya.
"Miss!!! Mirza dapat surat dari pacarnya. Pacar Mirza cemburu lihat dia dekat-dekat Andini terus waktu kelas renang kemarin." Suara Bagas tersengal.
"Oh, ya???"
"Iya Miss. Baca, Miss!!! Baca, Miss!!!" Seru anak-anak yang lain.
Sekali lagi aku tersenyum melihat kertas mungil itu. Mirsa tersenyum kecut. Pasrah dengan ulah teman sekelasnya.
"Miss kembalikan ke Mirza ya??"
"Jangan, Miss. Baca! Baca! Baca!"
Dengan persetujuan Mirza, aku baca surat itu bersama mereka.

###

Bagiku menjadi seorang pendidik tidak sekedar memberikan materi, selesai, dan pulang. Tapi lebih pada mengetahui kebutuhan mereka satu persatu. Tidak semua murid memiliki daya tangkap yang sama. Tidak semua dari mereka mudah diatur dan bisa diajak kerja sama. Dari keanekaragaman anak-anak itu aku ingin belajar memberikan yang terbaik. Menjadi guru sekaligus psikolog. Memberika pemahaman apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Mengerti apa yang mereka butuhkan untuk menjadi bekal di masa depan.
Melihat kepolosan di mata mereka, mendapatkan tempat serta kepercayaan mereka merupakan kebahagiaan yang lebih dari materi. Semoga apa yang aku torehkan hari ini bisa menjadi pembuka gerbang pengetahuan yang akan menjadi jalan terang. Untukmu generasi kebanggaan pertiwi.

Jakarta, 12 Februari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Destiny

Part 1 We will never know what will happen tomorrow. Sometimes what we have planned didn't work together with what we expected. That...