Namaku Ariani. Gadis kampung dengan segudang mimpi. Kedua orang tuaku hidup begitu pas-pasan. Sebagai anak pertama aku tahu sekali masa-masa susah mereka. Bapak yang hanya seorang buruh tani dan ibu seorang ibu rumah tangga biasa yang untuk meringankan beban bapak seringkali berjualan ini itu. Kalau sedang ada modal, ibu membeli beberapa kilo kedelai untuk bahan tempe kemudian dijual berkeliling dari kampung ke kampung. Siang hari menjelang dhuhur, baru di rumah dengan barang dagangan yang kadang habis kadang masih tersisa. Ketika modal sudah menipis karena sering terpakai untuk keperluan lain dan akhirnya habis, ibu tidak pernah kehabisan akal. Tanpa merasa malu ibu pergi ke ladang memetik daun pisang, dilipat menjadi beberapa lipatan untuk dijual ke pasar. Apapun ibu lakukan untuk kami. Begitu juga bapak.
Dan mengenalmu adalah anugrah terindah dalam hidupku duhai belahan jiwaku. Suami sholeh imam keluarga kecilku.
Aku selalu bersyukur dilahirkan dari orang tua yang luar biasa. Sedari kecil ibu memberiku warisan sabar yang tidak terbatas dan kelembutan hati yang luar biasa. Di tengah kesulitan ekonomi yang menghimpit dan watak bapak yang begitu keras, tidak pernah aku mendengar keluh kesah dari mulut ibu. Bapak memberi pondasi disiplin agama yang kuat semenjak aku masih kanak-kanak. Pagi hari buta, ketika waktu subuh tiba bapak akan menggedor-gedor pintu kamar sampai kami bangun untuk sholat subuh. Kadang jika kami belum bangun juga bapak akan mengambil segayung air dan dicipratkan ke muka kami. Dingin air kaki gunung langsung membukakan mata. Dulu aku berpikir bahwa bapak terlalu ekstrim dalam mendidik kami. Sekarang aku sangat berterima kasih karena apa yang bapak lakukan untuk kami begitu besar manfaat kabaikannnya. "Semoga selalu sehat pak" doaku setiap saat.
Menjadi anak pertama dari empat bersaudara bukan sesuatu yang mudah. Cita-citaku begitu besar. Aku harus bisa menjadi role model untuk adik-adikku nanti. Aku harus bisa membuat ibu bapak bangga dan tersenyum bahagia karena aku mampu berdiri tegak dengan kedua kaki meraih mimpi-mimpi. Tentu saja dengan lantunan doa yang tidak pernah berhenti dari mulut ibu setiap kali aku pamit untuk hal apapun. Ya, betapa kekuatan doa begitu luar biasa. Banyak sekali hal-hal yang dulu aku anggap mutahil bisa, begitu gampangnya simpul-simpul yang kadang begitu rumit terbuka dan menjadi jalan bebas hambatan sehingga aku mudah melewatinya.
Suatu hari ketika aku menelpon ibu sambil menahan tangis karena rindu di tahun pertama aku merantau, masih lekat dalam ingatan. Wejangan yang luar biasa.
"Nak, tidak apa-apa kamu jauh dari orang tua tapi jangan pernah kamu jauh dari Allah SWT karena Dia adalah teman yang paling dekat. Ibu tidak bisa menjaga dan memantaumu 24 jam, apalagi sekarang kamu sedang jauh di rantau tapi Allah bisa memberimu apapun nak. Mengadulah ketika kamu sedih, terus berdoa dan memintalah ketika kamu sedang merasa sulit. Ingat nak, katika kamu tidak punya siapaun disekelilingmu kamu punya Allah. Jangan pernah tinggalkan sholat lima waktu di manapun kamu berada." Ibu, terima kasih. Kata-kata mutia itu masih terngiang-ngiang hingga kini.
Ketika tak kau temukan cinta, biar cinta menemukanmu (Assalamualaikum Beijing, Asma Nadia).
Aku percaya bahwa jodoh, hidup dan mati sudah ada yang mengaturnya, Allah aza wajalla. Aku menemukan jodoh di ujung usia tiga puluh tahun, yang kata orang itu usia limit untuk perempuan menikah. Ketika orang-orang bilang terlambat menikah aku hanya tersenyum. Toh aku tidak janjian dengan siapapun. Apalagi janjian dengan calon suamiku. Tahu saja tidak hehee. Mengutip kata-kata dari postingan Tere Liye. Benar orang tuaku sudah khawatir dari lama. Melihat teman-teman sepantaranku yang sudah punya anak dua. Apalagi setiap pulang kampung ketika lebaran tiba pasti akan selalu ditanya : "Kapan nikah? Kamu terlalu milih-milhi sih. Dan bla bla bla lainnya.
Tapi yang membuatku tidak henti-hentinya bersyukur, aku dipertemukan dengan lali-laki yang sudah aku kagumi dari sepuluh tahun lalu. Laki-laki yang di beberapa tahun pertama aku mengenalnya selalu ada dalam rentetan doa-doa di sujud-sujud panjang dan shalat-sholat malamku. Ketika di tahun kesepuluh dan aku hampir lupa tentang perasaan cinta yang pernah ada, Allah menghadiahkan dia untuk menjadi suamiku. Allah, nikmat Tuhanmu mana lagi yang kamu dustakan? Allah, terima kasih untuk laki-laki sehebat ini padahal aku belum bisa menjadi istri shalihah dambaanya. Tidak pernah aku melihatnya selain kebaikan yang ada padanya.
Kini aku menjadi wanita paling bahagia. Dua anak kembarku yang lucu, tumbuh sehat tidak kurang suatu apa. Mempunyai suami ganteng yang sholeh dan bisa masakin istri seperti di drama-drama Korea. Adik perempuanku lulusan terbaik ilmu kesehatan dan sekarang sedang menempuh S2nya, alhamdulillah. Dan kedua adik kembarku sedang sibuk dengan skripsi mereka.
Sesungguhnya setelah kesulitan akan ada kemudahan (QS.94 :6)
Bertahun-tahun yang lalu.
Ketika SMP aku harus berjualan opak ke sekolah. Setiap pagi aku membawa sekantong plastik besar opak untuk aku jajakan ke taman-teman sekolah. Kadang aku titipkan ke kantin kalau jualanku tidak habis hari itu. Berjalan kaki sejauh tiga kilo dari rumah ke sekolah mengharuskan aku berangkat pagi-pagi sekali. Sering tidak tega untuk meminta ganti sepatu ke ibu padahal jempol kaki sudah mulai mengintip untuk ikut bermain keluar.
Alhamdulillah aku masuk SMA favorit tapi lagi-lagi aku harus mengencangkan ikat pinggang. Aku harus rela dengan ongkos yang pas-pasan untuk bayar angkot pulang pergi. Kalau teman-temanku punya uang saku lebih dari seribu, aku cukup lima ratus rupiah saja. Tidak apa-apa yang penting aku dan adik-adikku bisa terus bersekolah.
Kuliah sambil kerja sekaligus membantu biaya sekolah adik-adik adalah hal yang tidak akan pernah aku lupa. Merantau jauh dari keluarga dan harus berjuang sendiri tapi selalu kuat ketika ingat nasihat ibu. Kini perjuangan itu seperti tidak seberapa ketika Allah memberiku nikmat kelapangan dari sebelumnya.
Kuliah sambil kerja sekaligus membantu biaya sekolah adik-adik adalah hal yang tidak akan pernah aku lupa. Merantau jauh dari keluarga dan harus berjuang sendiri tapi selalu kuat ketika ingat nasihat ibu. Kini perjuangan itu seperti tidak seberapa ketika Allah memberiku nikmat kelapangan dari sebelumnya.
Dan mengenalmu adalah anugrah terindah dalam hidupku duhai belahan jiwaku. Suami sholeh imam keluarga kecilku.
SELESAI
Note :
Untuk Ibu dan Bapak semoga aku bisa mengukir tawa bahagia di hari tua kalian berdua.
Sehat selalu bu, pak. Semoga aku bisa menjadi salah satu amalan kalian yang tidak akan pernah putus : anak shalihah yang mendoakan orang tua.
Untuk sahatku, Analisa dan hidayah. Sungguh bersyukur aku memiliki kalian, kompetitor sejati. Tidak ada kebaikan selain akan mendapat kebaikan juga. Dari kalian aku belajar : Sahabat tidak akan membicarakan keburukan kalian di belakang. Semoga kalian segera mendapatkan jodoh terbaik pilihan Allah, doakan aku juga ya :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar