Happiness is when my little dongsaeng calls me nuna.
Aku putuskan untuk tidak mengambil tawaran dari sahabatku yang begitu menggiurkan itu. Menjadi resepsionis di salah satu cabang perguruan tinggi negeri ternama. Bekerja di tempat yang bonafit. Setelah melalaui istikhoroh, meminta pendapat dari sana-sini, konsultasi berulang-ulang dengan kakak tercintaku dan yang paling terakhir berdasarkan keputusan sendiri. Aku memilih untuk tetap tinggal di sini, di penginapan kecil di salah satu sudut Jakarta.
"Kak, seandainya tawaran ini tidak aku ambil, bukan berarti menolak rezeki kan? Masih bingung kak. Galau." Sebaris pesan terkirim ke nomor kakakku di tengah malam buta.
"Masih belum nemu jawabannya juga?"
"Belum."
"Gini, sekarang lebih prioritas mana? Kuliah atau kerja?"
"Kuliah." jawaban pendek meluncur deras.
"Nah, itu jawabannya. Kerja harus mendukung kuliah begitu juga sebaliknya. Kerja itu tidak melulu tentang uang tapi tentang seberapa bermanfaatnya kamu di sana, lingkungan yang mendukung dan seberapa lama karier kamu bisa produktif."
Ya, itulah kakakku. Selalu simple. Dan keputusan yang aku ambil walau agak sedikit dengan berat hati karena pekerjaan itu terletak di kawasan ter elite di Jakarta tidak sia-sia. Aku bertemu dengan the kindest my little dongsaeng.
Samar terdengar suara pintu diketuk. Masih setengah sadar, seperti mimpi. Ketukan itu datang sekali lagi. Dengan mata masih lengket aku berjalan ke arah pintu sambil melihat jam di layar hp. Hampir jam satu dini hari. Kalau aku dibangunkan jam segini pasti ada tamu dari luar negeri. Benar saja.
"Hello, good evening, sir. May I help you?"
"Ah, yeah. I have a reservation room in your homestay."
"Have you? May I see your reservation please?"
"Yes, sure." Pria itu mengangsurkan selembar kertas.
"Oh, sir. I am really sorry. Your room hasn't ready yet. Would you please wait around fifteen minutes? We will set you room immediately."
"OK."
"I apologize for this inconvenient."
"It is okay."
"What would you like to drink? Coffee, tea or water?"
"Mineral water will be fine, please."
Ah, aku benar-benar merasa bersalah. Padahal tadi sore semua rekanan jasa perantara pemesanan hotel sudah di check semua. Tidak ada bookingan untuk hari ini. Ternyata setelah aku check kembali di komputer, pemesanan baru dilakukan beberapa menit setelah laporan harian ditutup. Pertemuan pertama yang kurang menyenangkan. That was really worst welcome I did. Yea, I felt bad.
Pemuda tanggung dengan paras ganteng oriental, berpakaian sangat rapi dengan setelan jas, sepatu pantofel coklat mengkilap, tas punggung hitam disandang persis seperti pemeran cowok-cowok kece di drama Korea. Pembawaannya sangat santun. Bahkan dengan tamu-tamu kami yang tidak bisa berbahasa Inggris sekalipun. Oh My God. Is my dream being true? Now I have a Korean guest whom I have been hope for long long time.
Kopi hitam kental dengan aroma wangi khas menguar di ruang dapur kecil homestay, menghangatkan sarapan pagi kami. Sarapan pertamaku dengan my first Korean guest. Pagi yang selalu sibuk ketika tamu homestay sedang penuh seperti sekarang ini terasa berbeda. Dari pintu depan tiba-tiba bunda penghuni kamar bawah menyapa Minho, tamu Koreaku.
"Good morning. What is your name?" sapa bunda dengan English aksen Sunda.
"Good morning. My name is Lee Minho, Ma'am"
"Where do you come from?
"I am from Korea."
Obrolan pagi itu terus berlanjut hingga matahari di atas kepala. Hari ini menjadi awal persahabatan kami. Minho, Bunda, Diana dan aku.
******
Sudah seminggu lamanya Minho bertolak ke Surabaya. Dua hari yang lalu dia mengirim pesan bahwa siang ini dia sudah berada di Jakarta. Rencana untuk tinggal tiga hari lebih lama di Jakarta sebelum pulang ke negaranya tidak berjalan sesuai rencana. Tapi aku sangat menghargai niat baiknya. Sungguh hanya di beberapa minggu yang singkat kebersamaan kami tapi Minho benar-benar meluangkan waktunya yang sangat sedikit itu untuk berpamitan denganku. Aku begitu terharu ketika kata-kata itu keluar dari bibirnya.
"Nuna, I feel like at home. I really missed your coffee."
"Is it? Welcome home then my dongsaeng."
"Do you have lunch, Minho?"
"No, I haven't."
"So what food would you like to eat?"
"Mie Goreng." jawabnya singkat sambil nyengir.
"Do you want to buy it out there or do you want me to make it?"
"I want your Mie Goreng, Nuna."
Satu piring besar Mie Goreng habis dalam sekejap. Bukan Minho namanya kalau nggak doyan ngomong. Dari pertama aku menyiapakan bahan masakan sampai dia mulai menyantap makanan kesukaannya itu, bermacam cerita keluar dari mulutnya. Tentang perjalannya selama di Jogja dan Surabaya, orang-orang yang dia jumpai juga makanan apa saja yang dimakan selama di sana. Aku hanya diam, menjadi pendengar setianya sambil sesekali tanya ini dan itu. Ah, wajah putih oriental itu sekarang lebih gelap. Pipi yang satu minggu kemarin terlihat berisi kini sedikit tirus karena dua hari jatuh sakit selama di Surabaya. Faktor makanan.
"Nuna, I feel that I am very lucky because I always meet kind people everywhere I go while I am here." Minho said.
"Yes, how lucky you are. You have to be thankful to your God. You know, the kindness that you get is depend on what you have given to. As long as you are here, I know you always treat people nicely. I really wonder when I saw you chatted with Diana's mom that morning. You did it started from early morning till noon. As I know, It was very rare, a young man as your ages did act like that. I proud of you."
"You know, nuna. I did it because I felt that Diana's mom is as my mom. So I treated her like I treated my own mom."
Minho telah mengajariku banyak hal. Tentang kerja keras, berbuat baik kepada siapapun dan bagaimana menghargai makanan. Tidak pernah sekalipun selama kebersaan kami, aku melihat dia menyisakan makanan dipiringnya.
******
Bersambung,,,,,
Note:
Minho, thank you for being my dongsaeng. Please keep being a kind person wherever you are. A kindness that you gave will bring out more kindness in your life. Nuna will always pray for your best here.
Kakak, tidak pernah aku melihat kepadamu selain kebaikan. Dan selamanya kakak akan tetap baik di mataku.Terima kasih untuk banyak hal, kak.
Sahabat-sahabatku, terima kasih sudah menjadi bagian dari cerita indah ini. Aku yakin bahwa cerita yang paling indah terukir di hati dan ingatan kita masing-masing.
Jakarta, 25052015
Jelang Subuh.
Samar terdengar suara pintu diketuk. Masih setengah sadar, seperti mimpi. Ketukan itu datang sekali lagi. Dengan mata masih lengket aku berjalan ke arah pintu sambil melihat jam di layar hp. Hampir jam satu dini hari. Kalau aku dibangunkan jam segini pasti ada tamu dari luar negeri. Benar saja.
"Hello, good evening, sir. May I help you?"
"Ah, yeah. I have a reservation room in your homestay."
"Have you? May I see your reservation please?"
"Yes, sure." Pria itu mengangsurkan selembar kertas.
"Oh, sir. I am really sorry. Your room hasn't ready yet. Would you please wait around fifteen minutes? We will set you room immediately."
"OK."
"I apologize for this inconvenient."
"It is okay."
"What would you like to drink? Coffee, tea or water?"
"Mineral water will be fine, please."
Ah, aku benar-benar merasa bersalah. Padahal tadi sore semua rekanan jasa perantara pemesanan hotel sudah di check semua. Tidak ada bookingan untuk hari ini. Ternyata setelah aku check kembali di komputer, pemesanan baru dilakukan beberapa menit setelah laporan harian ditutup. Pertemuan pertama yang kurang menyenangkan. That was really worst welcome I did. Yea, I felt bad.
Pemuda tanggung dengan paras ganteng oriental, berpakaian sangat rapi dengan setelan jas, sepatu pantofel coklat mengkilap, tas punggung hitam disandang persis seperti pemeran cowok-cowok kece di drama Korea. Pembawaannya sangat santun. Bahkan dengan tamu-tamu kami yang tidak bisa berbahasa Inggris sekalipun. Oh My God. Is my dream being true? Now I have a Korean guest whom I have been hope for long long time.
Kopi hitam kental dengan aroma wangi khas menguar di ruang dapur kecil homestay, menghangatkan sarapan pagi kami. Sarapan pertamaku dengan my first Korean guest. Pagi yang selalu sibuk ketika tamu homestay sedang penuh seperti sekarang ini terasa berbeda. Dari pintu depan tiba-tiba bunda penghuni kamar bawah menyapa Minho, tamu Koreaku.
"Good morning. What is your name?" sapa bunda dengan English aksen Sunda.
"Good morning. My name is Lee Minho, Ma'am"
"Where do you come from?
"I am from Korea."
Obrolan pagi itu terus berlanjut hingga matahari di atas kepala. Hari ini menjadi awal persahabatan kami. Minho, Bunda, Diana dan aku.
******
Sudah seminggu lamanya Minho bertolak ke Surabaya. Dua hari yang lalu dia mengirim pesan bahwa siang ini dia sudah berada di Jakarta. Rencana untuk tinggal tiga hari lebih lama di Jakarta sebelum pulang ke negaranya tidak berjalan sesuai rencana. Tapi aku sangat menghargai niat baiknya. Sungguh hanya di beberapa minggu yang singkat kebersamaan kami tapi Minho benar-benar meluangkan waktunya yang sangat sedikit itu untuk berpamitan denganku. Aku begitu terharu ketika kata-kata itu keluar dari bibirnya.
"Nuna, I feel like at home. I really missed your coffee."
"Is it? Welcome home then my dongsaeng."
"Do you have lunch, Minho?"
"No, I haven't."
"So what food would you like to eat?"
"Mie Goreng." jawabnya singkat sambil nyengir.
"Do you want to buy it out there or do you want me to make it?"
"I want your Mie Goreng, Nuna."
Satu piring besar Mie Goreng habis dalam sekejap. Bukan Minho namanya kalau nggak doyan ngomong. Dari pertama aku menyiapakan bahan masakan sampai dia mulai menyantap makanan kesukaannya itu, bermacam cerita keluar dari mulutnya. Tentang perjalannya selama di Jogja dan Surabaya, orang-orang yang dia jumpai juga makanan apa saja yang dimakan selama di sana. Aku hanya diam, menjadi pendengar setianya sambil sesekali tanya ini dan itu. Ah, wajah putih oriental itu sekarang lebih gelap. Pipi yang satu minggu kemarin terlihat berisi kini sedikit tirus karena dua hari jatuh sakit selama di Surabaya. Faktor makanan.
"Nuna, I feel that I am very lucky because I always meet kind people everywhere I go while I am here." Minho said.
"Yes, how lucky you are. You have to be thankful to your God. You know, the kindness that you get is depend on what you have given to. As long as you are here, I know you always treat people nicely. I really wonder when I saw you chatted with Diana's mom that morning. You did it started from early morning till noon. As I know, It was very rare, a young man as your ages did act like that. I proud of you."
"You know, nuna. I did it because I felt that Diana's mom is as my mom. So I treated her like I treated my own mom."
Minho telah mengajariku banyak hal. Tentang kerja keras, berbuat baik kepada siapapun dan bagaimana menghargai makanan. Tidak pernah sekalipun selama kebersaan kami, aku melihat dia menyisakan makanan dipiringnya.
******
Bersambung,,,,,
Note:
Minho, thank you for being my dongsaeng. Please keep being a kind person wherever you are. A kindness that you gave will bring out more kindness in your life. Nuna will always pray for your best here.
Kakak, tidak pernah aku melihat kepadamu selain kebaikan. Dan selamanya kakak akan tetap baik di mataku.Terima kasih untuk banyak hal, kak.
Sahabat-sahabatku, terima kasih sudah menjadi bagian dari cerita indah ini. Aku yakin bahwa cerita yang paling indah terukir di hati dan ingatan kita masing-masing.
Jakarta, 25052015
Jelang Subuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar