Kamis, 29 Mei 2014

Kejutan Indah Di Ujung Penantian

“Laki-laki seperti apa sih Han, yang kamu anggap cocok untuk menjadi suamimu” tegur mama pelan.
“Tentu laki-laki yang baik mama” jawabku.
“Kurang apalagi  Nak Dio, tampang oke, sudah punya pekerjaan mapan, dari keluarga baik-baik pula. Mama lihat orangnya cukup bertanggung jawab” tambah mama.
Aku hanya diam. Mama menatapku dalam.  Aku tahu mama khawatir melihat anak perempuannya yang sudah cukup umur, 26 tahun belum juga ada tanda-tanda punya pacar. Tapi apa mau dikata, jodoh belum memihak kepadaku. Dan usaha mama untuk menjodohkan aku dengan Dio, anak kenalan mama, juga kurang berhasil. Dio ganteng ? Ya. Mapan? Memang. Tapi hatiku belum sreg dengan gaya metropolishnya.
Sering kakak-kakakku juga berusaha menjodohkan aku dengan kenalan atau adik teman mereka. Teman-temanku  nggak mau ketinggalan. Mereka ikut ambil bagian menjadi mak comblang untukku. Mungkin memang belum waktunya. Aku sudah mencoba untuk mengenal mereka tapi pada akhirnya hanya sampai batas perteman saja. Tak jarang aku merasa minder dengan kondisi umurku. Sering juga aku merasa iri dengan teman-teman sepantaranku yang sudah diberi kepercayaan oleh Allah SWT sebuah keluarga. Tapi alhamdulillah keadaan ini tak lantas membuatku menyerah dan berhenti memanjatkan doa.
 Lani, sahabatku lah, yang paling setia dan nggak pernah bosan memberi dukungan untuk menyemangatiku. Entah dari mana dia mendapatkan cowok-cowok itu. Dia tak pernah kehabisan stok  ketika membawaku dalam acara apapun. Selalu ada seseorang yang dia kenalkan. Sepertinya Lani lebih sibuk mencarikan cowok yang cocok untukku dari pada mengurus persiapan pernikahannya sendiri yang tinggal beberapa bulan lagi. Ya. Lani sahabat terbaiku semenjak SMA. Begitu sayangnya dia kepadaku, sampai-sampai  dia ingin ketika menikah nanti aku sudah punya calon dan segera menyusulnya. Aku hanya tersenyum menanggapi tingkah polah sahabatku ini. Cukup  terharu dengan apa yang sudah Lani lakukan untukku.
Untuk urusan jodoh, aku memang cukup pemilih. Bukan memilih pria ganteng atau pria tajir tapi pria yang paham agama dan bertanggung jawab, itu saja. Karena menurutku sosok yang seperti itulah yang bisa menjadi imam untuk aku dan anak-anakku kelak. Ya, untuk keluarga kecilku. Sering teman-temanku tak sepaham dan mereka bilang “ Mana ada sih Han, pria seperti itu di jaman sekarang. Sudah jadi barang langka.” Justru yang langka itulah yang aku cari. Karena aku yakin dengan janji Allah bahwa wanita yang baik untuk laki-laki yang baik dan begitu juga  sebaliknya.
Sungguhpun aku berusaha sabar dengan keadaan ini  tapi ketika melihat wajah mama yang kian menua, jalinan kekuatanku sering  terasa pudar. Aku sering kasihan melihat harapan besar yang ada di matanya. Karena mama begitu ingin melihatku segera menikah. Karena banyak diantara teman-temanku selain Lani, sudah menikah dan punya anak. Aku hanya bisa menghiburnya dengan tidak pernah menolak ketika mama mengajakku ke rumah teman mama untuk mengenalkan aku dengan anak mereka.
Hari ini adalah jadwal rutinku untuk mengajar  anak-anak di masjid komplek belajar mengaji. Seminggu sekali aku manfaatkan waktu libur yang kumiliki untuk berbagi sedikit ilmu dengan mereka. Selain aku, Lani juga ikut bergabung sebenarnya tapi karena hari pernikahannya sudah semakin dekat, dia gunakan minggu-minggu yang kosong  untuk mengurusnya. Jadi bisa dipastikan hari ini akan lumayan kerepotan karena biasanya aku berbagi tugas berdua dengan Lani. Ketika aku tiba anak-anak sudah berkumpul dan langsung menyambutku, mencium tanganku satu persatu. Senang rasanya berkumpul dengan anak-anak kecil yang sudah aku anggap seperti adikku sendiri. Setelah hari-hari yang penat di kantor, ini adalah hiburan gratis buatku. Bergabung dengan dunia anak-anak dan menjadi bagian dari mereka.
 Baru akan memulai kajian tiba-tiba kak Nina seniorku datang mengenalkan seseorang yang akan menggatikan Lani untuk sementara, karena memang bakal kerepotan aku mengurus 20 anak seorang diri.
“ Hani, kenalin ini Yuda partner barumu untuk sementara sampai Lani bisa aktif lagi. Yuda, ini Hani.  Kalian bagi tugas saja , siapa yang megang cowok dan cewek. Biasanya Hani begitu juga kan sama Lani?” kata kak Nina.
“Iya, siap kak”jawabku.
 Minggu-minggu berikutnya berlangsung seperti biasa. Yang tidak biasa adalah sekarang partnerku berbeda. Kalau dulu aku bebas ngobrolin apa saja dengan Lani, sekarang ada sedikit jarak, maklum aku bukan tipe orang yang bisa langsung akrab dengan orang baru, apalagi cowok. Walaupun sebenarnya Yuda orang yang enak buat ngobrol tapi tetap saja ada rasa tidak enak untuk terlalu akrab dengannya.
 Tidak biasanya motorku rewel. Bahan bakar masih penuh, baru diisi ketika berangkat tadi. Tapi nggak mau nyala juga. Aku coba berulang kali. Diam, nggak ada reaksi.
“Ada apa han. Ada yang bisa dibantu?” Yuda menawarkan bantuan.
“ Nggak tau nih Yud, motorku nggak mau jalan. Padahal bahan bakar masih penuh”
“Coba aku lihat Han. Ooh, pantes ini sih harus masuk bengkel, nggak bakal bisa di pakai Han.” kata Yuda.
“Yaah, bakalan naik angkot nih”
“ Bareng aja Han, kita searah kan? Tawar Yuda.
Tak ada pilihan lain. Malam itu Yuda mengantatkanku pulang.

                                                                _______________

Hari-hari berlanjut.  Tapi ketika sore itu Lani datang ke rumah mengantarkan undangan, ada yang terasa berbeda di hatiku. Ada sedikit rasa iri dengan Lani karena sebentar lagi dia menikah. Akan berbeda pastinya ketika dia sudah punya suami nanti. Aku tidak bisa sebebas sekarang mengajak Lani ke mana-mana. Bahagia juga sebenarnya, akhirnya sahabatku menemukan jodohnya. Tinggal aku. Semoga secepatnya, doaku dalam hati.
“Hai non, kok bengong” Lani mencolek pipiku.
“Gimana dengan Yuda, ada perkembangan apa?” tanya Lani.
“Lumayan bagus, dia orangnya enak kok. Sabar dan telaten ngajarin anak-anak”jawabku.
“Maksud aku bukan itu nona, mau nggak sama dia”
“Ngawur kamu Lan, apaan sih” kucubit Lani pelan.
“Jangan begitu Han, sampai kapan sih kamu menutup diri begitu. Yuda baik lho orangnya, nggak neko-neko, agamanya? Kamu pasti lebih tahulah dari aku?”tambah Lani.
“Memang Yuda baik Lan, memang  siapa yang bilang kalau Yuda sakit?” aku masih mencoba bercanda.
“Hani, Yuda juga lagi nyari calon istri lho, kak Nina belum cerita ya?”kata Lani lagi.
“Nggak tuh, kak Nina nggak ada omongan apa-apa. Trus apa hubungannya sama aku?” tanyaku.
“Ooo. Itu biar kak Nina nanti yang ngomong langsung ke kamu. Sekaranglah saatnya Han, cobalah jangan menunda lagi. Aku juga pengen ketika aku menikah kamu  segera menyusul. Lihat ibu kamu yang semakin tua. Kapan lagi ?” Lani menambahkan.
Deg. Omongan Lani begitu mengena di hatiku. Tentang ibuku yang semakin tua. Kapan lagi aku punya kesempatan untuk membahagiakannya. Menikah disaksikan ibu. Lani memelukku. Kami perelukan lama. Allah, bantu aku.

                                                                _______________

 Hari ini Lani  minta ditemani  mencari barang-barang untuk pernikahannya yang masih kurang. Kebetulan anak-anak juga libur, jadi aku iyakan ajakan dia. Sedang asyik pilih-pilih souvenir  tiba-tiba mama telfon, membertahu bahwa Kak Nina dan keluarga datang ke rumah. Mama menyuruhku segera pulang karena mereka ingin bertemu langsung denganku. Tumben kak Nina datang ke rumah nggak ngasih kabar lebih dulu, batinku. Aku segera pulang dengan Lani yang juga ikut pulang ke rumahku. Sesampainya di rumah Kak Nina dan suami sudah ada di ruang tamu, dengan satu orang lagi yang sudah tidak asing bagiku. Yuda. Ya, Yuda partnerku mengajar anak-anak di TPQ. Ditemani mama dan Kak Surya, kakak pertamaku. Aku menyapa mereka satu per satu. Mama membawaku ke kamar dan menyuruhku segera bergabung ke ruang tamu. Tanpa berganti baju, hanya merapikan bedak dan jilbab, aku langsung menemui mereka. Lani mengekor dibelakang. Dan ketika suami Kak Nina mengungkapkan maksud dari kedatangan mereka, aku tidak  berani sedikitpun menatap wajah tamu-tamuku. Ada perasaan haru di hatiku. Yuda melamarku, di depan ibu, kakak, sahabat, dan Kak Nina guru ngajiku. Penantian panjangku berakhir. Allah mengijabah doaku.
Allah, inikah jawaban doa-doaku. Atau malah doa-doa tulus ibuku. Kau hadirkan sosok laki-laki untuk menggenapkan setengan dari agamaku. Laki-laki yang tidak hanya kaya materi tapi juga kaya ilmu untuk dibagi. Laki-laki yang tidak mau mengobral janji tapi Laki-laki yang berani menemui wali dan menawarkan pernikahan sebagai bukti. Inilah sebenarnya yang kuinginkan dan menjadi doa selama ini. Aku, pribadi yang tidak pandai merangkai kata. Aku pribadi yang tidak bisa bermanis-manis dengan pria. Hanya menginginkan pacaran setelah pernikahan. Pacaran yang halal, yang ketika ucapan sayang akan berbuah pahala. Dan hari ini Allah menghadirkan Yuda untuk menjadi pasanganku.


Jakarta, 24 Mei 2013

Pernah di post di catatan Facebook dengan judul "Jodoh Untuk Hani"
Di muat ulang di Blog pada, 30 Mei 2014. Menjelang waktu dhuha, satu tahun kemudian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Destiny

Part 1 We will never know what will happen tomorrow. Sometimes what we have planned didn't work together with what we expected. That...