Selasa, 24 Februari 2015

Semoga Yang Hilang Segera Kembali

Wajah itu sontak membuatku menangis. Mamang. Semakin kurus. Mata yang cekung dan kosong. Rambunya hampir sebahu tidak terawat.

Dilihat dari fisik, tidak ada yang kurang dari mamang. Masih kelihatan normal, tidak ada yang aneh. Tapi tatapan kosong itu. Oh Tuhan, kapan dia bisa normal kembali.

***

Masa kecil kami menyenangkan. Bersekolah di tempat yang sama. Berangkat pagi bareng segerombolan anak-anak tetangga. Kadang berlarian takut terlambat. Ya, jarak sekolah kami yang cukup jauh mengharuskan kami berangkat lebih pagi. Dengan kaki yang beralaskan sandal jepit karena orang tua kami tidak mampu membelikan sepatu. Buku sekolah, kami bawa dengan kantong plastik agar pensil yang sudah hampir seujung jari tidak tercecer dan hilang diperjalanan.

Kami tidak pernah bersedih atau malu dengan keadaan itu. Kami bahagia. Bahagia selayaknya anak-anak pada umumnya. Pergi ke sekolah. Bermain bersama kawan. Mengaji di sore hari. Bermain petak umpet di malam harinya sebelum waktu tidur tiba. Atau belajar kelompok dengan menggunakan lampu templok sebagai penerangnya. Dan ketika bangun pagi hari, lubang hidung kami akan hitam dipenuhi asap sisa pembakaran dari minyak tanah.

Walau dengan peralatan sekolah yang seadanya, kami masih bisa berprestasi. Kami selalu juara. Nilai-nilai kami tidak pernah mengecewakan. 

Masa kecil yang menyenagkan.


***


Hari itu kita berdua sedang tertawa bahagia. Mecoba maianan baru, ketapel buatanmu. Tembak sana. Tembak sini. Aku tidak mau ketinggalan untuk mencobanya. Tiba-tiba. 
Plettakkk.
"Huaaaaaaa" Anak ketapelmu mengenai mataku. Aku menangis kencang sekali.
"Kamu kenapa dek?" Kamu panik.

Ibu datang memarahiku. Kenapa bukan kamu yang dimarahi? Padahal aku korban? Dan aku selalu tahu. Kamu anak kesayangan ibu. 


***


Jika ada yang bertanya siapa idolaku? Tanpa ragu aku jawab ; kamu. Kakak yang selalu pintar. Disayang semua orang di manapun berada. Nurut dengan ibu dan bapak, hampir tidak pernah membantah. Kamu selalu membawakan jajanan untukku ketika pulang ke rumah, walua saat itu sedang ikut orang tua asuh. Aku tidak pernah salah mengidolakanmu. Karena kamu kakak terbaik yang pernah aku miliki. Dan tahukan kamu? Buku bersampul biru yang kamu beri waktu itu? Buku itu sudah mengantarkan aku ke Benua Kanguru.


***


Sekarang, idolaku hilang. Hanya tatapan kosong yang tersisa kini. Entah. Hilang ke mana kesadaran itu. Cepat sembuh kakakku sayang. Doa-doa itu selalu ada untukmu di setiap sujudku. Aku tahu. Aku mengerti dan akan selalu mengerti. Kamu tidak gila tapi hanya sedang lupa. Semoga kamu segera kembali. 



Untuk kakakku. Mase.
Semoga kasih sayang Allah SWT selalu memelukmu.




Jakarta, 24022015
Waktu ashar.
                                                                  






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Destiny

Part 1 We will never know what will happen tomorrow. Sometimes what we have planned didn't work together with what we expected. That...