Senin, 14 Maret 2016

Semangat itu bernama Mama

Hari ini ujian lisan kelas sembilan. Satu per satu anak-anak masuk ke ruangan berdasarkan nomor urut dan sisanya menunggu di luar. Di sela-sela menguji anak-anak, aku bertanya kepada setiap anak tentang rencana mereka melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, sekolah menengah atas ataupun kejuruan. Sedikit terkejut karena dari seluruh siswa yang ditanya hampir semua menjawab tidak tahu dan hanya beberapa yang menjawab dengan jelas, menyebutkan nama sekolah yang dicita-citakan. Dan yang membuat sedih, ada satu siswa menjawab tidak akan melanjutkan sekolah.

"Kenapa tidak mau melanjutkan ke SMA, nak?" Aku menatapnya dalam.
"Tidak ada biaya bu. Aku yatim piatu. Orang tua meninggal sejak aku kecil" jawabnya dengan muka tertunduk.
"Ibu mohon maaf. Jadi siapa yang mengasuh kamu saat ini?"
"Aku tinggal dengan nenek, dan beliau sudah tua. Tidak tega bu kalau nenek harus terus bekerja untuk membiayai sekolah."
Aku terdiam seketika itu juga. Aku hanya mampu meminta maaf sekali lagi dan melanjutkan sesi ujian.

Mengingat kembali ke tahun-tahun yang telah lalu, ketika pernah ada di posisi yang sama persis dengan anak murid yang sedang di hadapanku saat itu. Keterbatasan biaya dan keadaan yang sulit, membuatku takut bermimpi tinggi. Yang membedakan dan membuat tak henti-hentinya mengucap syukur sampai detik ini adalah aku mempunyai seorang yang hebat, luar biasa. Mama.

Selama ujian berlangsung, percakapan dengan anak murid tadi terus terngiang. Allah, bantuan apa yang bisa aku berikan. Tetiba teringat dengan obrolah sehari sebelumnya dengan tiga orang tamu yang sebentar lagi akan berangkat ke Korea, Inggris dan Belanda dengan beasiswa penuh dari pemerintah Indonesia. Dua orang psikolog dan satu dokter hewan. Tiga-tiganya masih sangat muda belia dengan prestasi istimewa. Saat ini, jelas sekali bahwa aku belum bisa memberikan bantuan materi kepada anak didik ini tapi dengan dorongan kata-kata positif dan berbagi pengalaman pribadi, semoga bisa membakar semangat dan merubah cara pandang, tidak hanya untuk satu orang tapi untuk semua anak-anakku. Lebih khusus lagi untuk diriku sendiri.

Selesai ujian, semua murid kembali ke ruang kelas. Aku umumkan hasil ujian secara garis besar dan sedikit menyinggung tentang sekolah impian yang sebelumnya menjadi bahan pertanyaan. Mungkin bagi sebagian orang pendidikan tidaklah penting, toh beberapa orang sukses kelas dunia ada yang pernah gagal dalam pendidikan dan juga bukan yang paling pintar di masa sekolahnya. Ya, aku pernah membaca tentang hal itu tapi bukan ahli untuk membahas perihal ini. Tapi sungguh, bukankah barang siapa yang berilmu akan Allah tinggikan derajatnya lebih di atas orang rata-rata. Dan sesungguhnya Allah tidak pernah ingkar janji.

Aku ceritakan kepada anak-anak bagaimana kisah perjalananku hingga bisa sampai berdiri di depan mereka. Tentang bagaimana kerja keras dan dorongan semangat seorang ibu yang luar biasa sehingga menjadi sosok yang paling menginspirasi sebagai pembakar semangat mengejar mimpi-mimpi. Dan, tentang tiga orang hebat yang sehari sebelumnya aku temui.

"Nak, Ibu bisa masuk SMA dari uang hasil keringat sendiri. Ibu bisa menyelesaikan SMA dari hasil kerja keras luar biasa ibuku. Ibu bisa kuliah setelah menunggu beberapa tahun lamanya. Ibu bisa ke negeri kanguru, terinspirasi dari buku bersampul biru pemberian kakakku. Ibu bisa berdiri di depan kalian saat ini karena doa dari orang tua dan orang-orang yang menyayangiku. Dan tiga orang hebat yang ibu temui dan membuat begitu iri, juga bukan dari keluarga berpunya. Tapi karena kegigihan mereka, mimpi untuk bisa bersekolah gratis di luar negeri terpenuhi. Bukan gratis yang cuma-cuma tapi mereka bayar dengan kerja keras dan hasil prestasi yang mumpuni."

Anak-anak terdiam, memandang lekat. Entah mereka tergerak hati dan terbakar semangatnya atau malah meremehkan apa yang aku ceritakan. Yang jelas, detik ini, dari hati yang  paling dalam aku tidak rela mereka meremehkan mimpi mereka sendiri bahkan diremehkan orang lain suatu hari nanti. Aku ingin mereka bangga dengan mimpi yang mereka punya. Aku ingin mereka bangga bisa meraih dan menggenggam cita-cita dalam kisah hidup mereka.


Jakarta, 14 Maret 2016
Seseorang yang bermimpi besar untuk menorehkan senyum di wajah mama.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Destiny

Part 1 We will never know what will happen tomorrow. Sometimes what we have planned didn't work together with what we expected. That...